“Tabayun dan Post Truth“ Menyikapi Pernyataan Wali Kota Palu “Blokir KTP”

(Studi Pemikiran Agama dan Filsafat Kebenaran)

Oleh : Muhammad Kaharu

Palu, SatuSulteng.com – Tabayun salah satu alternatif menghilangkan fitnah, Tabayun akar kata dari bahasa Arab tabayyana, yatabayyanu artinya menjelaskan hingga terang dan benar. Firaman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat al-Hujarat ayat 6 : Wahai orang-orang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitlah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. Dalam  ajaran Islam tabayyun adalah mencari suatu fakta yang sebenarnya difahami atau dimanfaatkan sedangkan dari segi ilmu pengetahuan tabayyun adalah upaya meneliti dan menyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya. 

Islam memberikan tuntutan cara orang menanggapi sebuah berita. Dalam kajian teori penelitian Islam, ada enam metode atau cara bertabbayun yakni : Pertama ; Mengembalikan permasalahan kepada Allah, Rasul dan orang yang pandai, Kedua :Bertanya atau berdiskusi dengan orang yang menjadi objek dalam masalah tersebut, Ketiga ; memusatkan perhatian dengan baik, merujuk kembali permasalahan jika ternyata belum jelas, Keempat ; mengambil pengalaman dan perhatian selama menjalin kehidupan dan pergaulan, Kelima ; mempertemukan dua pihak yang bertikai bila menghukum dan mengadili, Keenam ; mendengarkan secara langsung dari orang yang menjadi objek lebih dari satu kali antara waktu yang lama.

Kasus yang menimpa Aisyah ra ia telah dituduh dengan tuduhan palsu oleh Abudullah bin Ubai bin Salul, gelombang munafiqun Madinah. Isi tuduhan itu adalah bahwa aisyah ra telah berbuat selingkuh dengan seorang lelaki Bernama Shofwan Bin Muathal. Padahal tak sedikitpun Aisyah ra melakukan tindakan tercela tersebut. Namun karena gencarnya Abdullah bin Ubai bin Salul menyebarkan kebohongan itu sehingga ada beberapa orang penduduk Madinah yang tanpa tabayyun ikut menyebarkan berita bohong tersebut.

Dalam literatur politik, politik pascakebanaran yang merupakan budaya politik,  perdebatannya lebih mengutamakan emosi dan keluar dari inti kebijakan. Istilah Post Truth mendapatkan tempat dalam politik di Indonesia baik pusat maupun di daerah, Post truth intinya kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran. Era degitalisasi merubah kehidupan masyarakat dunia, teknologi informasi mempercepat seluruh akses pemberitaan bahkan nitizen menjadi hakim menentukan orang bisa terkenal bahkan terpuruk dalam kehidupannya.

Di ruang yang sama hoax dibangun dengan irama untuk menjatuhkan orang, pembunuhan karakter  menjadi pemandangan asyik bagi Sebagian orang. Di wilayah ini,   tidak lagi bicara soal hermeneutika bahasa, tafsirnya menjadi absolut kesalahan demi kesalahan tidak ada kebenaran, Akibatnya ilmu pengetahuan menjadi bebas nilai. Ini terjadi karena kebencian menutupi kebenaran. Analogi umumnya “Jika kebencian merasuki pikiran dan hatimu sekalipun kebaikanan yang dilakukan tetap salah di mata pembenci”. 

Palu heboh dengan pernyataan Walikota Palu “Blokir KTP”, Nitizen menjadi hakim abadi. Peristiwa semacam ini pernah terjadi pada saat Pilkada Gubernur Jakarta Ahok selaku calon Gubernur walaupun dengan persoalan yang berbeda, intinya keduanya keluar dari bahasan lisan yang butuh penjelasan dari orang yang mengucapkannya. Bukan untuk membela perkataan Walikota Palu, tapi sekedar mengintrupsi dalam membangun akal sehat masyarakat Palu. Perkataan itu multi tafsir yang bisa menjelaskan apa maksud dari perkataan itu biarkan si pengucap yang menjelaskannya. Sekali analogi sederhananya adalah jika ada orang yang mengatakan kata merah mungkin setiap orang bisa mengartikan kata merah yang dimaksud si pengucap  adalah sepatu, baju, topi tapi siapa yang tahu persis apa maksud kata merah itu tak lain adalah si pengucap kata merah.

Kesalahan kita tak memberi ruang Tabayyun pada si pengucap untuk menjelaskan apa yang maksud dengan “Blokir KTP”, apa hanya sekedar sugesti agar masyarakat membayar kewajiban sebagai warga Kota Palu, di tengah Pemerintah Kota Palu telah berusaha membangun pelayanan yang baik bagi masyarakat Palu. Tontonan asyik dari seluruh komentar para nitizen dijejaring sosial mungkin adalah kritik masyarakat pada pemimpinnya, tapi kritik bukan menghujat, kritik bukanlah bersandarkan  pada kepentingan. Kritik harus dibangun dengan budaya transformatif jadilah kritik transformatif dimana nalar kritik bisa dilakukan oleh siapapun  tapi ada solusi dari kritik itu untuk kemajuan kota Palu.

Tabayyun dan Post Truth adalah dua identitas yang berbeda yang pertama memposisikan manusia dengan segala kekhilafannya dan yang kedua memposisikan seseorang hanyalah pemilik kebenaran absolut . Padahal di antara kebenaran kita ada milik kebenaran orang lain, ibarat kita ingin membedakan mana apel merah dan mana apel hijau.  jika dimulai dari kelas pertentangan kebenaran, mungkin kita akan mengatakan apel merah yang warnanya merah dan hijau yang warna hijau. Tapi jika kita lihat dari kebenaran membuahkan kebersamaan kita bisa mengatakan diantara apel merah ada bintik bintik hijau dan diantara apel hijau ada bintik bintik merah artinya kebenaranmu ada kebenaran orang lain.  

Pernyataan Walikota Palu berada tarikan nafas 2 tahun menjelang pilkada dimana ada ruang post truth memainkan isu dari pernyataan itu, penggiringan opini atas “salah ucap” atau kesalahan pada komunikasi publik menyebabkan si pengucap tersandar pada pusaran buly. Pernyataan itu dikemas menjadi post truth dimana kesalahan dikemas dan diulangi berkali-kali seolah-olah menjadi kebenaran yang harus diyakini. Situasi menjelang tahun 2024 menjadi pematik pernyataan ini, sehingga menjadi konsumsi politik untuk mengambarkan sisi lain dari kelemahan kandidat kepala daerah.

Meluruskan paradigma berfikir masyarakat, mengembalikan akal sehat agar masyarakat cerdas untuk memisahkan narasi kritik dalam pengertian meluruskan dan narasi kritik yang tujuannya mencari kesalahan orang. Pernyataan Walikota Palu (Blokir KTP) jika dibuat dengan menggunakan asumsi-asumsi dasar yakni : Pertama ; Pernyataan ini adalah kegelisahan Pemimpin daerah terhadap prilaku masyarakatnya yang ogah-ogahan dalam membayar restribusi  sampah di tengah pelayanan kebersihan  diupayakan maksimal kepada masyarakat, Kedua ; pernyataan ini bentuk dorongan adanya kesimbangan Hak masyarakat mendapatkan pelayanan dari Pemerintah Kota Palu dan Kewajiban masyarakat membayar restribusi akibat pelayanan itu,  Ketiga ; Membangun kesadaran bersama untuk hidup bersih sekaligus mendukung Pemerintah Kota Palu mendapatkan adipura.

Rethingking positif dapat memberikan kesadaran dan hasilnya penilaian terhadap apa yang dilihat, apa yang didengar dan apa yang dilakukan bernilai positif. Tidak mengkambinghitamkan persoalaan sekedar untuk mencari kesalahan dan kelemahan orang agar dibuat berita dan diviralkan. Akibatnya ucapan itu akan menyandra si pengucap  dalam pusaran politik, terhakimi atas dasar like and this like (suka atau tidak suka), bukan karena esensi ucapan dari si pengucap.*

Exit mobile version