Mangge Kose, Perotan yang hidup di Hutan Selama 20 Tahun

Palu, Satusulteng.com – Menemui mangge Kose, Seorang lelaki tua penutur bahasa kaili da’a (Topoda’a) di tempat pengungsiannya di Desa Omu. Lebih dulu bertemu dengan Kepala Dusun di Desa itu. Minggu (02/12/18). Setelah menanyakan keberadaan masyarakat Da’a yang mengungsi akhirnya kami diantar menuju rumah Pendeta tempat mangge Kose berada.

Berselang beberapa menit Pendeta dan Kepala Dusun itu mengajak kami berkunjung ke tempat pengungsian tidak jauh dari rumah saat bertemu mangge Kose. Tempat pengungsian yang masuk dalam desa Tuva, Kecamatan Gumbasa itu dihuni oleh 9 Kepala Keluarga semuanya adalah orang da’a. sementara 3 Kepala
Keluarga lainnya berada di Desa Omu, Kecamatan Gumbasa.

Tempat pengungsian terlihat seperti gubuk seadanya dengan ruang terbuka yang multi fungsi, tempat makan, tempat tidur dan lain-lain. Mangge Kose sedikit kaget ketika mendengar saya fasih berbahasa da’a layaknya bahasa sehari-hari yang mereka gunakan.

Kemudian perkenalan dan saling tanya berlanjut. Banyak hal yang ia sampaikan, menurutnya ia berada di hutan sekitar Perkampungan Omu dan Tuva sejak 20 Tahun silam Alasannya cukup sederhana, ketika di tanya ia mengatakan bahwa sekitar hutan itu tanahnya subur. Sejak itulah ia mengajak keluarga yang lain.

Tradisi menjadi perotan dan peladang tradisional masih mereka lakukan sampai saat ini. Alasan meninggalkan hutan tempat bercocok tanam yang mereka sebut Bulu Kondo itu karena tanahnya longsor saat terjadi gempa 28 September 2018 lalu.

napui tana, nagero sou. etumo kami no tua se’i. Tanah Longsor, gubuk rusak itu alasan kami turun kesini. Jelas dia dengan bahasa da’a

Meto’o seimo kami, ngana rapoposikola supaya mana eva kami. Kami ingin tinggal disini, anak-anak akan kami sekolahkan supaya tidak seperti kami. Sambungnya.

Ana kami da’a nosikola, ane mamala rapaguru komi. mau aga sambula sanggani majadi puramo. Anak Kami tidak sekolah, kalau bisa kalian ajar biar hanya sebulan sekali harap dia.

Kemudian dirinya juga menjelaskan bahwa Pasca bencana alam belum ada bantuan berupa logistik. Walaupun demikian mereka tetap bersyukur karena mereka selamat semua ketika terjadi longsor di sekitar pemukiman mereka.

Exit mobile version