Forum Petobo Gelar FGD Hadirkan Ketua Ekspedisi Palu-Koro & Ahli Geologi

Palu, Satusulteng.com – Forum Warga Korban Likuifaksi Petobo, Kota Palu, Rabu 5 Desember 2018 gelar Diskusi Terfokus bertajuk “Menuju Petobo (Baru) yg Sadar Bencana, Kuat & Tangguh” mengundang Ketua Ekspedisi Palu-Koro Bu Tri Nirmala Ningrum, Wakil Ketua IAGI Pusat (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) Pak Burhan & Akademisi Untad Pak Subhan.

Forum Diskusi diawali oleh uraian Yahdi Basma selaku pemantik diskusi. Anggota DPRD Provinsi yg juga Ketua FORUM WARGA PETOBO ini menyampaikan tentang target diskusi yakni mempromosikan partisipasi masyarakat Petobo (secara khusus) dalam perumusan RT RW (Rencana Tata Ruang & Wilayah) Kelurahan Petobo pasca Likuifaksi 28 September 2018. Diberitakan sebelumnya, FORUM ini dibentuk masyarakat pada 09 Nopember 2018 di Camp Pengungsian Petobo Atas, arah timur Desa Ngata Baru Kabupaten Sigi.

Diketahui, Camp Pengungsian dimaksud, kini dihuni lebih dari 4.000 Jiwa Warga Kelurahan Petobo yg selamat dari gulungan lumpur pembuburan tanah (likuifaksi).

Diskusi Terfokus dipandu oleh Umar Pantorano Rantebadja, aktivis Pemuda di Petobo yg juga Wakil Ketua FORUM.

Dalam uraiannya, Tri Nirmala Ningrum menguraikan ringkas rangkaian kinerja Tim Ekspedisi Palu-Koro yg sejak 2012 telah memulai berbagai risetnya. Di Juli 2017 dan Agustus 2018 (sebulan sebelum bencana) menemui Gubernur Sulteng dan berbagai pihak kompeten menyampaikan summary (resume) hasil riset. Belakangan, hasil riset yg rencana dibukukan tersebut belum jua kesampaian sampai dengan kejadian bencana 28 September 2018.

Burhan dari IAGI uraikan berbagai hal teologis terkait gempa, tsunami & likuifaksi. Menjawab pertanyaan Pak Usman (Sekretaris Lurah), Pak Burhan jelaskan bahwa kesadaran mitigasi sesungguhnya berorientasi pada upaya mengurangi korban terdampak. Bukan sekedar simulasi yg ciptakan jalur-jalur serta tindakan evakuasi saat terjadi bencana, tapi yg terpenting adalah soal mindset (cara pandang – red) bahwa kita hidup & berkehidupan di atas patahan lempeng aktif sesar Palu-Koro yg sesungguhnya bukanlah Sang Pembunuh. Korban terjadi lebih karena reruntuhan, hempasan gelombang tsunami dll, yg tentu akibat lemahnya mitigasi. Mitigasi adalah serangkaian kegiatan yg direncanakan oleh Pemerintah & masyarakat untuk mencegah terjadinya korban.

Diskusi dihadiri puluhan tokoh masyarakat Petobo, tokoh2 perempuan dan pemuda, serta bberapa peserta yg mewakili korban tsunami, likuifaksi Balaroa serta korba terdampak gempa lainnya dari Kawatuna (Ahmad Attamimi), Lasoani dan Tanamodindi.

Acara dimulai jam 11.30 dan usai ditutup oleh Umar Pantorano selaku pemandu. Kesimpulan yg ditarik adalah soal perlunya segera FORUM membantu Pemerintah Kelurahan untuk desain tata ruang/wilayah kawasan Kelurahan Petobo (Baru) di area Jalan Jepang, utara berbatasan dengan Kawatuna, Selatan dengan Loru Sigi, Timur dengan Desa Ngata Baru, dan Barat dengan Jalan Suharto Atas atau batas Tanggul/Irigasi Gumbasa, area mulainya likuifaksi sepanjang lebih 2 KM ke arah barat s/d Rumah Sakit Nasanapura Jl. Suharto bawah.

Diskusi juga merekomendasikan beberapa hal terkait tata ruang lokal Petobo, yakni bahwa timbunan material lumpur likuifaksi beserta 1.057 unit bangunan serta dugaan ribuan jenazah warga yg turut tertimbun, agar dijaga oleh Pemerintah dan warga, tidak sekedar sebagai suatu memoriam park (taman kenangan) tapi juga didesign sebagai Museum Likuifaksi Dunia. Rekomendasi juga disampaikan Yahdi soal perlunya koneksifitas darat yg lebih ringkas, dengan pembangunan Jalan Lingkar Likuifaksi yg mengitari gunung lumpur dengan desain elips, dari arah bawah di Jalan Dewi Sartik, naik ke arah Timur hingga di Camp Pengungsian Jalan Jepang (jalan Kebun Sari) area Petobo Atas.

Terhadap berbagai rekomendasi tersebut, pihak IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) bersedia membantu dengan terlebih dahulu lakukan riset mendalam terkait komposisi material tanah dan air permukaan di area tersebut.

Exit mobile version